Ulasan Singkat Tentang Skema Pembayaran Rumah

Ulasan Singkat Tentang Skema Pembayaran Rumah

Ulasan Singkat Tentang Skema Pembayaran Rumah – Memiliki rumah sebagai tempat berteduh merupakan kebutuhan dasar manusia. Namun laju pertumbuhan penduduk yang pesat membuat jumlah lahan semakin terbatas dan berdampak pada harga jual rumah saat ini yang terus melambung tinggi. Untuk bisa memiliki rumah idaman, ada beberapa Skema Pembayaran Rumah yang bisa Anda pertimbangkan, antara lain:

Baca juga: Wasiat Ratu Kalinyamat Jepara “Mawar Hitam Penguasa Samodra”

4 Skema Pembayaran Rumah

1. Skema Pembayaran Rumah Tunai Langsung

Membeli rumah secara tunai membutuhkan dana yang besar dan biasanya lunas dalam jangka waktu yang terbatas. Tergantung pada syarat dan ketentuan yang ditentukan oleh pengembang. Ada beberapa keuntungan yang bisa Anda dapatkan, seperti diskon besar-besaran yang sangat menguntungkan dan Anda tidak perlu memikirkan biaya cicilan dan besaran bunga yang dikenakan setiap bulannya.

2. Skema Pembayaran Rumah Uang Tunai Bertahap

Tidak jauh berbeda dengan metode pembayaran tunai langsung, Anda juga harus menyiapkan dana yang banyak. Namun yang membedakan adalah jangka waktu yang diberikan kepada Anda untuk melunasi cicilan sistem ini secara bertahap, mulai dari 12 hingga 60 bulan. Meski sama-sama cash, namun besaran diskonnya berbeda dengan diskon yang kamu dapatkan saat melakukan direct cash.

3. Skema Pembayaran Rumah KPR

Sistem pembayaran ini menjadi solusi bagi Anda yang ingin memiliki tempat tinggal namun dengan budget terbatas. Ada berbagai KPR yang bisa Anda pilih sesuai dengan kebutuhan dan profil keuangan Anda, seperti KPR konvensional dan KPR syariah atau KPR Subsidi dan KPR Non Subsidi.

4. Skema Pembayaran Rumah Balloon

Tidak banyak yang mengenal konsep sistem pembayaran ini karena biasanya lebih diminati investor dibandingkan masyarakat umum. Sistem pembayaran ini diibaratkan balon karena skema pembayarannya ringan di tahap awal dan berat di tahap yang lebih tinggi.

Perbedaan Skema Pembiayaan Rumah Syariah Dan Konvensional

Harga properti yang tinggi mengharuskan kami untuk menggunakan KPR sebagai produk pembiayaan rumah. Ada 2 jenis pembiayaan rumah saat ini yaitu KPR konvensional dan KPR syariah. Sebelum memilih, kenali dulu perbedaannya.

Berdasarkan data yang ada, 75,8% masyarakat Indonesia membeli rumah menggunakan fasilitas KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga properti setiap tahunnya.

Masyarakat dihadapkan pada dua pilihan cicilan rumah yaitu KPR bank konvensional dan KPR bank syariah. Perbedaannya tentu saja pada prinsip peminjaman yang digunakan. KPR syariah mengadopsi prinsip syariah yang sesuai dengan keyakinan Islam.

Sedangkan KPR konvensional menggunakan sistem pengajuan kredit biasa. Nah, agar lebih percaya diri dalam memilih, pahami dulu perbedaan pembiayaan rumah syariah dan konvensional berikut ini:

Akad Beli Rumah

Dalam kredit rumah syariah (KPR syariah), bank akan memberitahukan berapa bank mengambil margin dan dibebankan kepada nasabah. Perlu diingat bahwa margin akan diberitahukan terlebih dahulu, kapan Anda akan mengambil kredit dan tidak akan ada perubahan selama jangka waktu kredit (tenor). KPR syariah menggunakan akad murabahah, yaitu jual beli antara bank dengan nasabah.

Dalam skema murabahah, harga jual rumah ditetapkan di awal saat nasabah menandatangani akad pembiayaan pembelian rumah. Misalnya membeli rumah seharga Rp. 400 juta, bank mengambil margin Rp. 100 juta. Jadi kita harus membayar penuh hingga Rp. 500 juta dikurangi uang muka. Sedangkan prinsip hipotek konvensional adalah transaksi jual beli dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh bank pemberi pinjaman.

Suku Bunga

KPR konvensional membebankan bunga angsuran yang menyesuaikan dengan tingkat bunga saat ini. Misalnya, tingkat bunga untuk 5 tahun pertama mungkin berbeda dari tahun-tahun berikutnya. Sedangkan KPR syariah bebas bunga.

Dikutip dari kami, cicilan menggunakan KPR syariah tetap sampai lunas. Hal ini terjadi karena harga rumah dan margin keuntungan bank ditetapkan di awal perjanjian kredit. Berbeda dengan KPR konvensional, suku bunganya mengambang tergantung kondisi pasar. Bunga ini tidak dipatok, jadi bisa tiba-tiba tinggi atau rendah.

Tenor Kredit

Umumnya bank konvensional memberikan tenor KPR yang lebih panjang dibandingkan bank syariah. Berdasarkan data kami, tenor maksimal untuk bank syariah adalah 15 tahun, sedangkan KPR konvensional hingga 25 tahun.

Hal ini terjadi karena KPR konvensional membebankan bunga pinjaman. Dengan kata lain, meskipun jangka waktu pelunasan lebih lama, bank tetap diuntungkan dari bunga yang dibayarkan. Suku bunga ini cenderung meningkat dalam beberapa tahun, sehingga menguntungkan bank. Sedangkan KPR syariah tidak menetapkan sistem bunga, sehingga tidak mendapatkan keuntungan tersebut.

Pinalti Sebelum Tenor Berakhir

Seperti kita ketahui, sistem pembayaran pinjaman bank konvensional memberlakukan penalti jika peminjam melunasi utangnya sebelum tenor berakhir. Sistem ini juga berlaku untuk KPR konvensional. Kami akan dikenakan sanksi jika kami membayar lunas sebelum akhir tenor.

Hal ini dikarenakan bank akan kehilangan keuntungan dari bunga yang seharusnya tetap berjalan. Sedangkan pada KPR syariah tidak ada biaya pinalti jika ingin melunasi sebelum tenor habis. Karena jumlah pembayaran sudah ditentukan pada saat kontrak pembelian awal.

Nilai Angsuran Bulanan

Nilai Angsuran adalah jumlah uang yang harus dibayarkan untuk cicilan KPR setiap bulan atau tahun, hal ini tergantung dari harga rumah yang dibeli. Untuk KPR konvensional, kemungkinan nilai cicilan akan meningkat setiap tahun mengikuti suku bunga yang berlaku di Indonesia.

Sedangkan pada KPR syariah, cicilan bulanan dan tahunan tetap, karena nilainya sudah disepakati bersama sejak awal pinjaman. Nilai angsuran KPR syariah telah ditentukan sejak awal sampai dengan akhir masa tenor dalam perjanjian awal. Dengan menggunakan KPR syariah, tentunya tidak perlu khawatir nilai cicilan akan naik, karena ada beberapa hal yang berubah.

Baca juga: Kursus Bahasa Inggris Terbaik Di Jogja Bersama English Cafe

Cara Menghitung Biaya Membangun Rumah Sendiri

Bagaimana cara menghitung biaya membangun rumah? Saat ini, banyak orang memilih untuk membeli tanah dan kemudian membangun rumah sendiri daripada membeli rumah yang sudah jadi. Pasalnya, rumah yang sudah jadi memiliki model terbatas. Namun, sebelum membangun model rumah yang Anda inginkan, Anda harus menghitung biaya membangun rumah terlebih dahulu.

Berapa Biaya Untuk Membangun Rumah?

Di era modern seperti sekarang ini, gaya rumah minimalis memang sedang digandrungi. Anda bisa mencari berbagai referensi model sesuai selera dan budget Anda. Perlu diketahui, membangun rumah dengan desain sendiri membutuhkan dana yang cukup besar. Agar tidak kewalahan di kemudian hari, Anda bisa menyiapkan perkiraan biaya membangun rumah.

Oh ya, bagi anda yang membutuhkan jasa desain arsitektur murah mulai dari 16.000/m2 bisa cek di website kami. Berikut adalah informasi penting yang akan membantu Anda dalam hal penganggaran.

Biaya Tanah

Saat menghitung biaya membangun rumah sederhana, Anda perlu memperhatikan luas tanah dan bangunan. Misalnya, Anda ingin membangun rumah di atas lahan seluas 80 meter persegi. Harga tanah sendiri sangat bergantung pada lokasi pembangunan. Jika harga tanah per meter persegi Rp 2.000.000, maka cara perhitungannya adalah Rp 2.000.000 × 80 = Rp 160.000.000.

Biaya Beton Dan Pondasi

Selain biaya tanah, Anda juga harus menghitung biaya beton dan pondasi. Untuk menghitung biaya ini, Anda dapat menerapkan rumus trapesium, yaitu (bagian bawah + bagian atas) (2 × tinggi pondasi). Misalnya, panjang bagian bawah adalah 1 meter. Kemudian, panjang penampang atas adalah 0,5 meter dan tinggi pondasi 0,5 meter. Jadi, volume pondasi adalah 0,5 meter kubik. Jika biaya per meter kubik Rp 1.000.000, maka biaya per meter pondasi adalah Rp 1.000.000 × 0,5 = Rp 500.000.

Biaya Material

Dalam menghitung biaya membangun rumah tentunya harus memperhatikan bahan yang digunakan. Biasanya pembelian material akan memakan budget paling besar. Apalagi jika menggunakan bahan yang berkualitas. Secara umum, berikut adalah beberapa bahan yang dibutuhkan dalam proyek pembangunan rumah.

  • Semen, dibutuhkan di semua bagian bangunan. Biasanya harga semen mulai dari Rp 50.000 per karung isi 50 kg
  • Setrika, harganya berkisar Rp15.000 – Rp100.000 per batang
  • Paku, per kilogram dibanderol dengan harga Rp 17.000 – Rp 50.000
  • Batu kali diperlukan untuk memperkuat pondasi. Kisaran harga Rp 180.000 hingga Rp 250.000
  • Pasir, harganya sekitar Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per meter kubik
  • Bata merah, harga mulai dari Rp 800 per buah.
  • Biaya Tenaga Kerja

Tak kalah penting dari ketiga poin di atas, Anda juga harus memperhatikan biaya tenaga kerja saat ingin membangun rumah. Setidaknya, ada tiga sistem perburuhan yang diterapkan dalam pembangunan rumah, yakni sistem harian, borongan penuh, dan jasa borongan.

Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan bisa berbeda-beda, tergantung sistem yang Anda pilih. Sistem harian biasanya menetapkan tarif mulai dari Rp100.000 – Rp150.000 per hari. Sedangkan sistem grosir dikenakan biaya Rp. 600.000 – Rp. 800.000 per meter persegi. Sedangkan harga grosir penuh mulai Rp 3.000.000 per meter persegi.

Disini Anda juga bisa mengunjungi situs Etnipro Indonesia untuk mengetahui informasi lebih lanjut. Atau jika Anda membutuhkan pemasaran properti profesional, Anda bisa kolaborasi dengan layanan Jasa Digital Marketing Property yang ditawarkan oleh Etnipro.

Demikian ulasan artikel tentang ulasan singkat tentang Skema Pembayaran Rumah, semoga bermanfaat.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *